Seorang pemuda keturunan kyai di desa Binare sangat berbeda akhlak dan tata sosialnya dengan akhlak dan budi luhur sang ayah. Sang ayah yang selalu di taati dan di hormati penduduk desa Binare itu tak pernah mendapatkan kabar buruk tentang beliau atau keluarga beliau. Setiap penduduk berfikiran sama bahwa setiap kyai pasti selalu baik dan semua keluarganya pun ikut baik, karena satu keturunan orang baik. Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, tak pernah terdengar kabar buruk dari keluarga kyai Tsuri. Tetapi setelah berkembang dewasa salah satu anak kyai Tsuri menjadi bahan omongan penduduk desa binare. Omongan itu bukanlah omongan yang menjunjung martabat sang ayah akan tetapi menurunkan martabat sang ayah di mata masyarakat sekitar dan masyarakat yang mengenal anak kyai itu.
“ le... sana ikut abah ke pengajian di pondok”, perintah bu nyai tsuri.
Dan Za’im juga menambahkan perkataannya bahwa anak kyai tak perlu amal juga pasti ikut masuk syurga. Seketika mendengar sahutan Za’im, bu nyai tak dapat melawan perkatakaan Za’im. Bu nyai hanya mengelus dadanya dan beristighfar untuknya dan untuk anaknya.
Kelakuan za’im semakin menjadi – jadi. Dia sering pulang malam, selalu absen dari jama’ah masjid dekat rumahnya, tidak pernah bergabung dengan remaja – remaja yang ikut mengurusi masyarakat binare bersama kyai Tsuri. Setiap hari dia dapatkan kata – kata pedas dari kyai Tsuri dan bu nyai, tetapi tak pernah digubrisnya, bahkan Za’im sering melawan bentakan abah dan umminya.
Di sekolah, Za’im bukanlah menjadi siswa yang disegani,akan tetapi dia selalu ditakuti oleh siswa – siswa lain, selalu di panggil ke BK karena tidak menaati peraturan. Guru – guru sudah melakukan berbagai cara supaya Za’im jera dengan kelakuannya yang mengganggu siswa yang lain. Semua usaha itu sia – sia tak ada tanda – tanda Za’im akan berubah baik. Karena dia sudah memepercayai prinsip yang telah dia sepakati dengan dirinya sendiri, bahwa anak kyai pasti ikut masuk syurga.
Suatu hari ustadz aqidah akhlak sedang menerangkan tentang amal perbuatan manusia yang akan membawa ke syurga. Ustadz Idris itu menerangkan bahwa manusia di dunia ini bagaikan orang yang sedang mengumpulkan dan mencari bekal untuk persiapan di akhirat nanti, karena besok di akhirat nanti kita mempertanggung jawabkan persoalan dunia kita sendiri, tidak ada yang membantu kita walaupun ayah yang bertaqwa. Setiap manusia di akhirat nanti sibuk dengan hisab amal masing- masing dan akan ditentukan apakah dia akan masuk ke syurga atau ke neraka. Di tengah penjelasan ustadz Idris, Za’im seperti biasanya tidak mendengarkan syarah ustadznya, bahkan ketika itu dia ketiduran.
“ Im, kamu dah nyiapin bekal buat camping besok belum?” tanya Udin’ teman sekelompok Za’im.
“ kamu aja yang nyiapin bekal – bekal itu...nanti kalo aku lapar atau haus minta sama kamu. Bawa yang banyak ya?” jawab za’im.
“ tetapi kita harus persiapan mungkin nanti kita tidak bareng terus im...” saran udin.
Semua saran Udin tak ada yang dihiraukannya.
Semua siswa sudah berkumpul dan siap untuk pergi camping. Tempat camping di tetapkan di pegunungan yang di tak berpenghuni. Gunung itu sangat gelap dan menyeramkan. Perjalanan menyusuri gunung di mulai, awalnya semua berjalan bersama, semua masih bisa ketawa dan bercanda. Tetapi tiba – tiba langit gelap, awan hitam menggumpal hitam, matahari tak memancarkan sinarnya di antara pepohonan, semua bergerak cepat , mengambil senter yang sudah mereka persiapkan dari rumah, tetapi tidak untuk Za’im, dia kehilangan arah dan teman – temannya. Dia tersesat, berulang-ulang kali dia berteriak mencari bantuan tetapi berulang-ulang kalipun tak ada sahutan. Dia hanya mendengar suara anjing, desingan ular, dan hewan – hewan buas lain yang hidup di gunung itu. Dia sangat ketakutan, hatinya sangat khawatir. Pandangan ditolehkan ke sampingnya, terdengar seperti ada seseorang yang berjalan mendekatinya, dia tersenyum lega, berfikir bahwa dia akan selamat.semakin dekat suara itu, setelah agak jelas bukan orang yang akan menyelamatkannya tetapi srigala besar bermata hitam, dan berbulu tebal yang siap menerkamnya. Za’im langsung lari terbirit – birit, jatuh bangun tersangdung pohon yang tumbang dan akar – akar pohon yang menjalar sampai ke atas tanah.
“ tidaa......k!toloooooong,,,!” teriak za’im.
Semua mata tertuju padanya. Nafas za’im tersengal – sengal seperti orang yang baru di kejar penjahat. Keringat mengalir deras di dahi dan di dadanya. Wajahnya sangat ketakutan, jantungnya berdetak kencang. Seisi kelas terdiam dan melihat za’im yang sangat aneh. Air mata za’impun keluar dan mengucapkan “ Astaghfirullahal adhim..” setelah terbangun dari mimpi buruknya tadi. Tanpa berfikir panjang, dia langkahkan kaki menuju ke masjid sekolah, dan mengambil air wudlu kemudian dia sholat taubat. Air matanya tak kunjung kering, terus dan terus mengalir. Di bacanya Al – quran dengan suara yang sangat merdu. Dia berfikir sejenak tentang mimpinya tadi. Mimpinya seperti sungguhan, dan dia juga berfikir ternyata yang dikatakan ustadz Idris tadi sangat benar, dan prinsip yang telah dipegang selama ini salah besar. Seorang ayah yang bertaqwa tidak bisa mewarisi taqwanya kepada anaknya, dan seorang ayah yang masuk syurga tidak dipastikan anaknya akan ikut masuk ke syurga pula.
Hidayah itu datang kepada Za’im setelah bertahun – tahun dia mencoreng nama baik abah dan keluarganya. Siang itu pula dia meminta maaf kepada seluruh penduduk madrasah itu melalui tempat informasi yang ada di ruang TU (Tata Usaha). Sesampainya dirumah dia langsung mencium kaki abah dan umminya. Dia berjanji akan merubah sifatnya dan akan mengembalikan nama baik abah dan keluarganya.
0 komentar:
Posting Komentar